Beberapa hari yang lalu, di Makassar, saya ngobrol dengan
seorang kawan. Insya Allah calon pengusaha sukses (Amin). Kawan saya bercerita,
bahwa sebenarnya dari dulu ia tidak pernah punya keinginan untuk menjadi
pegawai. Kepikiran saja tidak, apalagi keinginan. Orang tuanya wiraswasta. 5
saudaranya yang lain pun sama, semua hidup dari bisnisnya masing-masing.
Untuk mempersiapkan jalannya menuju pengusaha sejati, ia
menyiapkan beberapa langkah. Selepas sekolah, ia bermaksud menimba ilmu di
sebuah perusahaan otomotif besar di Makassar. Karena bisnis otomotif ini
yang akan dia pilih nantinya. Dua tahun saja dia belajar. Begitu ia bertekad.
Di perjalanan tahun ke-2, bidadari dari Tuhan pun datang. Dan ia pun menikah. Gak masalah, menikah bukan berarti harus mengubur cita-cita. Cuma perlu penyesuaian. Alhamdulillah, tidak perlu menunggu waktu lama, istrinya sudah hamil. Sungguh anugerah bagi mereka.
Setelah kondisi keluarga baru ini, stabil, kawan saya pun mulai merintis bisnis. Memanfaatkan sisa-sisa waktu yang ada, karena ia masih menjadi seorang pegawai. Sekuat tenaga dengan bijak ia berusaha untuk mengatur dan menbagi waktu seadil mungkin, keluarga, pekerjaan dan bisnis. Jatuh bangun bisnis ia lewati. Karena berasal dari keluarga pengusaha, tentunya semangat untuk pantang menyerahnya sangat besar. Beberapa kesempatan besar pun menghampirinya. Tapi selalu terpaksa ia lepas, karena ia kesulitan dengan waktunya yang sisa.
Beberapa kali ia memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaan. Tetapi sang istri tidak siap dengan keputusan itu. Ia pun mengikhlaskan peluang yang ada. Bukan hanya demi istri yang dicintai. Tetapi ia sudah melihat dengan mata kepala sendiri, dimana pentingnya ridho istri bagi suami itu.
Dulu, saat almarhum ibunya masih hidup, ayahnya ketika akan memulai bisnis selalu berdiskusi dengan ibunya. Jika ibunya tidak setuju, tapi ayahnya tetap jalan, bisnisnya pasti gagal. Selalu seperti itu. Karena hal ini berulag beberapa kali.
Ini mengingatkan kisah 2 Bidadari Mas Ippho Santosa. Bidadari 1, Ibu. Bidadari 2, istri. Doa 2 bidadari ini yang akan mengiri jalan seorang laki-laki.
Saya pun penasaran, mengapa sang istri tidak bisa
mendukungnya. Menurut kawan saya, trauma dimasa lalu. Karena ayah mertua, ayah
istrinya, dipuncak karir di salah bank yang masuk 5 besar di Indonesia, ayah
mertuanya mengundurkan diri untuk jadi wiraswasta. Dan berakhir tidak sukses.
Hal itu yang membuat istrinya sulit sekali mendukungnya.
Ini mengingatkan saya cerita kawan-kawan TDA di tahun-tahun awal berdiri. Salah satunya Pak Hadi Kuntoro. Kesulitan beliau adalah restu dari Ibunda tercinta. “Show me the money” begitu tulisan Pak Roni untuk masalah ini.
Bukan hal aneh jika, banyak disekitar kita tidak mendukung
dengan pilihan kita menjadi pengusaha. Solusinya, buktikan. Gimana caranya?
Paling gampang tunjukan hasilnya. Mungkin uang, mungkin barang. Tapi bukan
hanya dengan ucapan, janji dan rencana. Karena itu semua bukan bukti. Dan tentu
buktinya tidak hanya sekali. Kalo kita jujur satu kali, apakah lalu orang
percaya dengan kita? Belum tentu kan? Sama, kita pun harus terus menerus menunjukan
hasilnya dengan konsisten. Naik turun itu biasa. Tapi bukan sekali ada,
seterusnya tidak ada.
Ganbatte!
No comments:
Post a Comment